DeFacto.id – Panitia Golden Globes ke-79 baru saja mengumumkan nominasi mereka yang pemenangnya akan diumumkan 9 Januari 2022 mendatang. Sederet film dan serial televisi seperti yang sudah disebut-sebut akan mendapat penghargaan sebagai yang terbaik masuk dalam daftar nominasi.
Pengumuman nominasi ini mengejutkan banyak orang. Lantaran awal tahun ini Golden Globes diboikot banyak pihak Hollywood, terutama setelah HFPA (Hollywood Foreign Press Association) alias ‘panitia’ Globes mengakui kalau tak ada satu pun anggota mereka yang berdarah African – American. Tentu saja ini sangat mengejutkan, mengingatkan usia Golden Globes sudah nyaris 80 tahun.
Itu bukan satu-satunya dosa besar HFPA, yang beranggotakan 87 jurnalis internasional, yang tiap tahunnya memilih siapa saja yang akan jadi terunggul di industry televisi dan film Hollywood.
Tahun silam, mereka ketahuan disogok sejumlah pihak untuk memasukkan film dan aktor tertentu ke dalam nominasi agar film mereka terangkat. Selain itu juga muncul kasus pelecehan serta rasial.
Sejumlah studio besar, juga figur-figur penting di Hollywood mengkritik habis kondisi HFPA ini. Dan puncaknya, NBC, stasiun televisi yang belakangan menjadi partner siaran Golden Globes menyatakan kalau mereka tidak akan menyiarkan Golden Globes di tahun 2022 – dan ketika NBC mendengar pengumuman nominasi ini, mereka tak memberikan respon yang berarti.
Sebelum pengumuman pemenang bulan depan, mari kita flashback ke beberapa skandal Golden Globes yang paling terkenal:
Pia Zadora memenangi New Star Of The Year pada Golden Globe 1982, mengalahkan Kathleen Turner (Body Heat), Elizabeth McGovern (Ragtime), Rachel Ward (Sharky’s Machine) dan Howard E. Rollins Jr (Ragtime).
Saking kontroversialnya, di wikipedia bahkan tak dicantumkan nama aktris pemenang di tahun 1982 tersebut. Kategori ini sendiri terakhir ada di tahun 1983. Namun bila kita cek di goldenglobes.com kelima nama nominee dan pemenang 1982 masih terpampang jelas dengan foto mereka. Kategori ‘New Star of the Year’ sendiri berakhir di tahun 1983, tradisi ini masih dilanjutkan beberapa awards lainnya, seperti BAFTA misalnya.
Golden Globes pertama menggelar perhelatannya di tahun 1944. dan tahun ini sudah ke-76 kalinya penghargaan ini digelar. Dikala Oscar dianggap diskriminatif, banyak yang menggantungkan harapan untuk ‘lomba perfilman’ yang fair pada GG. Namun sebenarnya, Golden Globes sendiri suka bikin kejutan aneh, bahkan untuk memasukkan sebuah film ke kategori pun kadang mereka seperti bingung sendiri. Contoh termudahnya, nominasi best pictures dan best actor/ actress tahun ini yang seperti berubah, setidaknya kalau mau dibandingkan beberapa tahun silam:
Tahun 2005 dan 2006, dua film biopic musisi Ray Charles (RAY) dan Johnny Cash (WALK THE LINE) dimasukkan ke kategori ‘Film Musikal dan/ atau Komedi’. Begitu pula dua aktor utamanya Jamie Foxx dan Joaquin Phoenix, kebetulan keduanya memenangkan Best Actor juga untuk kategori Best Actor in Musical or Comedy.
Coba bandingkan tahun ini BOHEMIAN RHAPSODY masuk kategori Drama. Apa bedanya dengan biopic Ray, bukankah ini juga perjalanan hidup musisi? Dan Rami Malek, sang pemeran Freddie Mercury masuk ke Best Actor in Drama. Singkat kata: tidak konsisten.
Kembali ke kisah di tahun 1982 yang mencoreng nama GG, saat nama pemenang diumumkan, hampir semua orang menuduh ada permainan di balik itu, dengan kata lain HFPA disogok. Dan ini bukan sekadar rumor, kala itu Pia Zadora, penyanyi mungil yang menjajal akting, itu kebetulan punya suami bilyuner kaya, Meshulam Riklis.
Sang ‘juragan’ mengundang sebagian anggota dewan juri ke casinonya yang mewah di hotel Riviera, Las Vegas, selain itu ia juga mengundang mereka ke rumahnya yang megah dan mewah untuk menonton film Butterfly, di mana Pia bermain.
Screening, begitu alasan Riklis. Lantaran kala itu memang film Butterfly belum resmi beredar. Meski begitu dengan duitnya yang berlebih, suami yang super sayang istri ini rela membayar iklan dan promosi sendiri.
Sebenarnya, gosip kalau anggota HFPA ini selama beberapa bulan sebelum perhelatan dekat dengan Riklis sudah beredar di kalangan wartawan non film. Tapi mereka tak ingin menuduh tanpa bukti. Barulah ketika daftar nominee diumumkan, makin banyak yang curiga.
Tapi tetap mereka menanti malam penghargaan. Dan dugaan serta rumor terbukti: Pia Zadora mengalahkan Kathleen Turner yang bermain all-out dalam Body Heat. Press tak lagi ragu menuduh kalau HFPA kali ini disogok.
Apalagi — terutama — Butterfly mendapat lantas ganjaran 10 Razzies Awards, pengharagaan untuk kategori-kategori film paling busuk.
Gara-gara semua itu, bahkan CBS yang semula berniat menyiarkan acara prestis tersebut mendadak menyatakan membatalkan kontrak kerjasama siaran. Bahkan materi siaran yang hendak dijual murah juga diogahi dua pesaing berat CBS: ABC dan NBC. Lebih parah lagi produser perhelatan itu mundur mendadak. Akibatnya acara Golden Globes 1982 tak ada yang menayangkan.
Beruntung, tahun depannya, Dirk Clark menyelamatkan HFPA dengan mengambil alih produksinya. Bahkan di tangan Dirk Clark, kelak perhelatan GG jadi rebutan Fox dan NBC. Tak berarti GG lantas bersih dari skandal. Tahun 2011 silam disebut-sebut, untuk sekian kalinya HFPA sukses disogok oleh distributor The Tourist. Film serba tanggung yang dibintangi Johnny Depp dan Angelina Jolie itu akhirnya masuk nominasi film terbaik di kategori Best Musical/Comedy.
Tahun lalu, skandal serupa masih terulang. Kreator serial Emily in Paris membayari 30 wartawan yang ikut menilai Golden Globes 2020 untuk terbang ke Paris dan menginap di kamar hotel seharga 1,400 dolar/ malam.
Alasannya mereka diundang nonton shooting serial tersebut. Los Angeles Times yang pertama kali memberitakan hal ini mengatakan jelas ada konflik etika dan budaya korupsi yang dilakukan anggota HFPA.
Selain itu juga ada treatment khusus lainnya. Salah seorang anggota HFPA yang ikut dalam undangan tersebut mengatakan kalau mereka diperlakukan bak raja dan ratu selama di Perancis.
Emily in Paris yang tayang di Netflix tahun silam mendapat sambutan hangat penonton, namun kritik menilai serial itu biasa-biasa saja. Tapi Golden Globes memberinya dua nominasi untuk kategori best comedy or musical series dan best actress in a comedy or musical untuk penampilan Lily Collins, sang aktris utama serial tersebut.
Demi balas budi jalan-jalan mewah di Paris itu, HFPA ‘rela’ menurunkan serial I May Destroy yang mengisahkan perjalanan seorang perempuan berkulit hitam yang mengalami pelecehan seksual. Banyak kritikus yang membandingkan apa bagusnya Emily yang hanya menampilkan: “a white American selling luxury whiteness” dibanding I May Destroy You yang sangat relevan, kontekstual dan realistis.
Selain itu, tahun lalu HFPA juga dibayar untuk memasukkan film Music garapan musisi Sia, yang saat itu belum tayang. Lebih parahnya lagi, film tersebut ketika tayang bukan hanya dinilai buruk oleh penonton, yang memberinya angka 3,1/ 10. Kritik menghajarnya dengan 2,3/ 10.
Agustus 2021 silam, HFPA mengumumkan bahwa mereka akan segera mereformasi kebijakan dan para anggotanya. Namun hal itu belum bisa dibuktikan hanya dengan mengumumkan nominasi untuk Golden Globes tahun depan.
Pertanyaan terbesarnya sekarang, selain akankah ada stasiun televisi yang mau menyiarkan acara pengumuman Golden Globes ke-79, akankah ada nominee yang hadir dalam acara yang belum disebutkan lokasinya tersebut? Akankah peristiwa di tahun 1982 terulang 40 tahun kemudian? *Ayu Gendis Sulistyowati