Defacto, Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Pasal 15 UndangUndang No.40 Tahun 1999 Tentang Pers sebagai upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.

Tapi, sejak periode pertama dimasa Reformasi, lembaga ini telah dikuasai sekelompok kecil pihak saja di dalam dunia pers yang luas. Boleh dikatakan, mereka ini semacam mafia kagetan dalam dunia pers.
“Merekalah yang menikmati kesejahteraan dari sumber-sumber daya dan dana Dewan Pers sambil mengklaim sebagai yang paling tahu, paling benar, paling menguasai tentang pers. Ikut macam-macam acara di dalam dan luar negeri dan posting foto jalan-jalan tanpa ada
pertanggungjawaban profesional sama sekali mengenai acara yang diikuti. Bahkan, laporan pun seadanya,” papar Ketua Umum Persatuan Wartawan Media Online (PWMOI) Jusuf Rizal, kepada wartawan, di RM Mbok Berek Jl. Dr. Sahardjo, Jaksel, Sabtu (27/8/2022).
“Itu masih ditambah lagi dengan usaha memberangus kebebasan pers untuk melindungi Sambo dan keluarga melalui pernyataan agar pers hanya mengutip dari sumber resmi Kepolisian saja. Ini benar-benar sudah kelewatan,” tambahnya.
Menurut Rizal, apa yang dilakukan oleh salah seorang Anggota Dewan Pers bukan lagi pelanggaran kode etik saja, tapi juga UU Pers.
Dewan Pers (DP) yang seharusnya mengembangkan kemerdekaan pers, taambah Rizal, memang sejak lama sudah dirasakan justru berusaha membatasi dan mempersempit gerak pers melalui berbagai macam cara. Mulai dari Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sampai dengan verifikasi perusahaan pers (semacam SIUPP gaya baru).
Ketika didesak agar DP segera memecat pelaku utamanya, yakni Yadi Hendriana (YH) anggota lain DP kompak membela bahwa itu hanyalah slip the tongue, keselip lidah saja. Siapa pun tahu, keselip lidah itu adalah salah eja, salah kata, terpeleset pengucapan. Seperti menyebut Tono untuk Tini atau Toni, kasih dengan kisah, atau semacam itu. Bukan pernyataan yang sangat jelas harus mengutip hanya dari sumber resmi Kepolisian saja.
Ulah membela kolega ini terlihat seperti pasang badan karena ikut terlibat. Bukan sekedar solidaritas. Dalam bahasa lain yang sedang populer, mungkin ini yang disebut obstraction of justice, upaya menghalangi pengungkapan kasus atau melindungi dari tuntutan hukum.
“Ketua DP harusnya menyadari hal ini dan bertindak sebagaimana Kapolri membersihkan lembaganya dari para pelanggar kode etik. Dengan tegas, Polri telah memecat Sambo, kapan DP memecat Yadi Hendriana?,” tandas Rizal.
Audit Dewan Pers
Rizal kembali mengungkit isu aliran dana Sambo ke oknum-oknum di DP. Apalagi, terdapat pengakuan antarteman di kalangan wartawan yang meliput bahwa di acara dengan para pengacara Sambo itu para peliput mendapat amplop di DP.
“Makin hari dunia pers yang lebih besar makin malu karena citra pers secara keseluruhan makin rusak oleh kelakuan oknum (atau oknum2?) di Dewan Pers yang dilindungi oleh kolega-koleganya sesama anggota Dewan Pers,” katanya.
Dalam kesempatan itu PWMOI menyerukan agar Timsus bentukkan Kapolri yang menangani kasus Sambo mengusut dengan cermat sejauh mana kebenaran adanya aliran dana dari Sambo ke oknum di DP.
Karena bila hal itu benar dan membuat munculnya imbuan agar pers hanya mengutip sumber resmi Kepolisian (ketika itu) yang sekarang telah jelas-jelas salah dan merupakan skenario menyesatkan, maka DP dapat dikatakan terlibat dalam kejahatan kemanusiaan.
PWMOI juga mendesak Kementerian Kominfo melakukan audit menyeluruh Dewan Pers yang dilakukan oleh auditor independen dan terpercaya.
Tidak berhenti pada tudingan lisan, Rizal menegaskan, PWMOI dalam 2-3 hari ke depan akan menyampaikan surat resmi ke Ombudsman RI agar memeriksa seluruh anggota dan pihak-pihak di DP yang terkait dengan masalah ini mengenai adanya perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, sesuai dengan amanat UU No.37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI.
Jurnalis senior Dimas Supriyanto yang menjadi moderator dalam Jumpa Pers tersebut mengatakan dirinya tetap akan minta pertanggungjawaban Dewan Pers, terkait konperensi pers Dewan Pers dalam menyikapi kasus Irjen Pol Ferdy Sambo.
Ketika itu Anggota Dewan Pers Yudi Hendriana meminta wartawan agar mencari informasi dari sumber resmi bila ingin mengangkat kasus Sambo.
Dimas sendiri telah mengirim surat ke Dewan Pers tanggal 5 Agustus 2022 dan membuat petisi agar DP memecat Yadi Hendriana.
Melalui surat bernomor 832/DP/K/VIII/2022 tanggal 11 Agustus 2022, DP telah menjawab surat Dimas Supriyanto yang isinya antara lain menjelaskan, pertemua DP dengan tim pengacara keluarga Ferdy Sambo di lt.7 Gedung Dewan Pers Jakarta, Jum’at (15/7/2022), dilakukan sebagai pertemuan konsultasi yang diminta oleh pengacara istri Ferdy Sambo.
Seusai pertemuan DP berama pengacara istri FS mengadakan jumpa pers. Sebagian besar wartawan membuat pemberitaan sesuai penjelasan DP.
Namun ada dua media yang memberitakan bahwa Dewan Pers meminta agar pers / media mengutip pernyataan dari sumber resmi saja. Pemberitaan tersebut mengutip permintaan Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana.
DP juga membantah telah memberikan amplop kepada wartawan, usai jumpa pers. MB