Home / Historia

Rabu, 8 Desember 2021 - 17:20 WIB

Rondonuwu Muda Sudah Membayar Setianya Pada Republik

DeFacto.id – Rawa Buaya sore itu panas terik! Matahari tak bersahabat! Suasana rimbun kebun bambu sepi, hanya terdengar suara gesekan dahan bambu yang saling rapat terkena angin.

Tak jauh dijalan raya sepasukan tentara KNIL atau Koninklijke Nederlands Indische Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda sedikit demi sedikit mendekati kebun bambu tadi.

Di saat bersamaan di balik rimbunan pohon bambu beberapa pasang mata mengawasi dengan lekat pasukan KNIL yg makin mendekat, itu anak anak KRIS! yang di tugas kan komando pertahanan timur jakarta untuk menghadang laju musuh di wilayah Bekasi.

Saat kaki pasukan knil Belanda baru masuk satu langkah,

“Tembaaak!”

Suara komandan KRIS, Dicky Pontoan memecah sore panas itu! Baku tembak tak terhidar! Beberapa anggota Knil Belanda yg di depan tewas! Yang lain merebahkan diri seraya mencari perlindungan.

Baca Juga  DI BALIK REFORMASI 1998: Menapak Perjuangan Intelektual

Setengah jam awal, anak anak KRIS bisa mengambil inisitif serangan, lalu deru kendaraan lapis baja terdengar

Dicky Pontoan memerintahkan anak anak KRIS mundur, seraya tetap menembak. Saat Dicky berlari dua langkah,

“Bernard!, Mundur! Lekas!”

Bernard Rondonuwu pemuda yg baru berusia 16 tahun ini sempat menoleh ke arah sang Komandan.

Namun saat ia berdiri, kaki kanan nya tersambar peluru, ia jatuh dan masih berusaha menembakan senjatanya.

Dicky Pontoan berusaha menarik tubuh anak muda tanggung ini namun tak lama rentetan peluru mengenai tangan Dicky.

Komadan KRIS ini terjatuh seraya masih melihat ke anak buahnya, namun yg dilihatnya Bernard juga terkena sambaran peluru rentetan tadi tepat di pelipis! Bernard Rondunuwu gugur di tempat.

Baca Juga  Kisah Tarsa, Saat Terjadi Pembantaian Rawagede, Karawang, 9 Desember 1947

Dicky meninggalkan jenasah anak buahnya itu dan memerintahkan yg lain mundur.

Walau dengan susah payah, anak anak KRIS tadi berhasil keluar dari kepungan tentara Belanda di Rawa Buaya ke arah Kranji.

5 orang anggota KRIS gugur hari itu sedang beberapa orang terluka termasuk sang Komandan Dicky Pontoan.

Laskar KRIS tengah berparade

Itu Sekelumit kisah bakti anak anak Sulawesi pada Pertiwi.

Era setelah Proklamasi kemerdekaan, suasana revolusi terasa di mana mana. Semua bergolak dan ikut arus ubah zaman yg sangat cepat.

Tapi kondisi pasca proklamasi itu bagi kaum Minahasa terutama yg tinggal di jawa malah membuat serba salah! Stigma “prajurit setia sang Ratu” sudah sangat kental dirasakan para pemuda Minahasa yg tinggal di jawa itu.

Baca Juga  Lagu What a Wonderful World, Louis Amstrong Penyanyinya Tak Bisa Hadir Saat Diberi Penghargaan.

Pada akhirnya mereka harus mengambil sikap! Di pihak Republik yang baru seumur jagung atau diam! mengambil jalan tengah.

Sampai akhirnya sebuah perkumpulan orang orang Sulawesi membentuk suatu badan perjuangan untuk bisa menunjukan di mana mereka berpihak, perkumpulan itu di namai KRIS atau Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi.

Salah satu ikrar sumpah anggota KRIS adalah membuktikan cinta dan setia mereka pada Indonesia walau dengan nyawa sekalipun! Agar orang tahu tak semua warga Minahasa itu pro Belanda.

Setelah era perang Kemerdekaan selesai, Laskar ini kelak banyak tergabung di TNI dalam Divisi Sulawesi.

Sumber buku KRIS 45
Berjuang membela negara

Foto: Laskar KRIS tengah berparade *Beny Rusmawan

Share :

Baca Juga

Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Menapak Perjuangan Intelektual

Historia

Foto: Pertama Kali Pisang Masuk Norwegia!

Historia

TILL DEATH DO (NOT) PART US

Historia

Pablo Escobar, Riwayat Gembong Narkoba Kolombia
Laksamana Sukardi

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu (I)

Historia

Jembatan Bailey, Jembatan Gerak Cepat

Historia

Frederick Fleet, Pelaut Yang Pertama Melihat Gunung Es, Sebelum Menabrak Titanic.
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu V