Seniman asal Yogyakarta, Butet Kartaradjasa, baru-baru ini mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Isinya hanya mengingatkan agar Pak Jokowi “membatalkan” keinginannya mendorong Gibran sang putra mahkota, untuk menjadi Wakil Presiden dalam Pilpres 2024 mendatang. Suara-suara tentang itu sudah sering terdengar, dan semakin mendekati kenyataan dengan adanya putusan Mahkamah Konstisusi yang memberi lampu hijau kepada orang yang berpengalaman menjadi Kepala Daerah untuk mencalonkan diri sebagai Capres dalam Pemilu 2024 mendatang, meski pun belum berusia 40 tahun.

“Rakyat bukan bodoh,” kata Butet, “Yang tak bisa membaca peristiwa. Rakyat punya kecerdasan “membaca” yang tersembunyi di balik semua itu.”
Dalam suratnya Butet terkesan frustrasi. Ia minta rencana pencalonan Gibran dibatalkan. ia tak ingin pencalonan Gibran – yang diketahui rakyat – melalui berbagai cara, setidaknya karena pengaruh bapaknya (mungkin bukan campur tangan), akan menghancurkan legacy bapaknya Gibran sebagai role model pemimpin yang baik.
Butet, meskipun sangat mencintai Jokowi, kali ini harus menyampaikan harapannya yang jujur. Banyak pendukung Jokowi juga bersikap seperti itu, setelah ada uji materi dan putusan MK terkait usia calon dalam Pilpres yang sudah dipatok dalam UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Tetapi kan banyak juga pendukung Jokowi yang cinta buta dengan sang idola, lalu menggunakan kacamata kuda dalam melihat sosok yang dibanggakannya itu. Mereka bahkan terkesan tidak suka dengan orang yang mengkritisi Jokowi dalam permainan politiknya menjelang Pilpres 2024 mendatang. Yang kritis dituding sudah kehilangan “setoran”lah; pengamat kemarin sorelah; atau apa sajalah komentar yang mendegradasi.
Padahal banyak sekali pengagum Jokowi yang selama ini tidak dapat apa-apa, bahkan berkorban demi kemenangan Jokowi dalam Pilkada DKI atau Pilpres selama dua periode. Puluhan juta orang rela antri di TPS untuk memenangkan Jokowi, bahkan harus lelah dan berpanas-panasan ketika Jokowi dan pasangannya kampanye. Memangnya dapat apa puluhan juta orang itu? Mereka sudah puas kalau Jokowi yang dipercaya jadi role model pemimpin yang baik, seperti kata Butet Kartaradjasa, memimpin Indonesia.
Sejauh ini, calon pemimpin yang disebut-sebut akan meneruskan pekerjaan Jokowi, dan memiliki visi dan missi yang sama dengan Presiden Jokowi, hanya Ganjar Pranowo. Capres lain justru disebut sebagai antitesa Jokowi, dan dikhawatirkan akan membatalkan program dan proyek-proyek yang dikerjakan selama kepemimpinan Jokowi. Contohnya seperti IKN.
Bila Gibran benar-benar jadi Cawapres Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 mendatang, suara pendukung Jokowi dipastikan akan terbelah, antara yang mencoblos Ganjar Pranowo – Mahfud MD, dan yang mencoblos Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming. Pencalonan Gibran jelas sebagai cara untuk menggembosi (menelikung) pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD.
Kita ingat dalam Pilpres 2019 lalu, Jokowi hanya menang tipis melawan Prabowo Subianto. Jika dukungan suara itu tidak berubah dalam Pilpres 2024 mendatang, maka 50 persen lebih itu akan dibagi dua antara pasangan Ganjar – Mahfud MD dan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming. Kalau dibagi rata, masing-masing hanya akan mendapat 25 persen lebih. Ke mana sisanya yang 40 persen lebih? Ya pasti akan diraup oleh pasangan lain. Dalam hal ini pasangan AMIN (Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar).
Jika itu terjadi, Pilpres akan berlangsung dua putaran. Peraih suara terbanyak antara pasangan Ganjar – Mahfud MD dan Prabowo Subianto – Gibran, akan maju ke putaran kedua melawan pasangan AMIN yang sudah pasti masuk ke putaran kedua.
Apakah suara pendukung Jokowi akan kembali lagi bersatu untuk melawan suara pendukung AMIN? Belum tentu. Bisa jadi akan ada orang yang apatis untuk ikut Pilpres; belum lagi yang sakit hati karena adanya kampanye hitam dan lain sebagainya. Kalau itu terjadi, Capres / Cawapres pengusung visi / missi Jokowi, akan kalah. Pasangan yang menjadi antitesa Jokowilah pemenangnya.
Kalau itu terjadi, pendukung Jokowi silahkan menangis gegoseran. “Tetapi jangan lupa kacamata kuda tetap harus dipakai,” pesan pengamat kemarin sore. (herman wijaya)