Hujan masih turun rintik-rintik, membasahi kawasan Jl. Sudirman dan sekitarnya,
Sabtu (23/7/2022) sore.
Jl. Tanjung Karang yang biasa digunakan anak-anak Citayam, Bojonggede dan Cilebut nongkrong sekalian menggelar acara “Citayam Fashion Week” sudah dipenuhi oleh ribuan manusia — kebanyakan anak-anak muda.
Pk. 17.00 fashion show dimulai. Tempatnya di zebra cross Jl. Tanjung Karang. Penonton memadai trotoar di kiri kanan untuk menonton. Tidak sedikit yang menonton dari area taman MRT.
Sementar fashion show berlangsung — tanpa musik dan lighting — penonton terus merangsek, hingga ke badan jalan. Para model yang memperagakan pakaian hanya mendapat catwalk kira-kira 4 – 5 meter, lalu berputar kembali ke tempat asalnya.
Kadang fashion show terhenti menunggu mobil-mobil atau sepeda motor lewat. Sore itu sangat banyak kendaraan yang lewat. Petugas Dishub dan satpam berseragam coklat bekerjasama mengatur kendaraan yang lewat. Mobil patroli dishub dengan sirinenya yang arogan kadang lewat untuk membelah kerumunan massa dan meminta massa naik ke trotoar. Keadaan benar-benar semrawut.
Di sisi trotoar yang lain, seorang lelaki gemulai, tapi lincah, beraksi seperti peragawan sambil melakukan tarian modern. Ada juga sekelompok gadis yang melakukan peragaan busana dan tarian modern. Masing-masing ada penontonnya sendiri.
Cukup ironis memang, event tak terencana yang digagas “anak-anak pinggirin” Jabodetabek itu tak difasilitasi oleh pemerintah. Padahal Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan sejumlah pesohor sudah datang ke situ. Entah mereka peduli dengan kreativitas anak-anak muda pinggiran itu, atau hanya sekedar mendompleng popularitas “Citayam Fashion Week”.
Ketika kedua petinggi daerah itu datang, area Citayam Fashion Week diatur sehingga terkesan rapih dan tertib. Tetapi setelahnya suasana kembali semrawut.
Kalau para kedua orang nomor satu dari dua provinsi terkenal di Indonesia itu peduli, tentu mereka memfasilitasi anak-anak muda itu untuk melakukan kegiatan. Itu jauh lebih baik dibandingkan membiarkan mereka melakukan kegiatan tanpa arah yang berujung negatif.
Tetapi mereka dibiarkan berjejalan di kiri/kanan trotoar sepanjang jalan Tanjung Karang, menggelar fashion show di zebra cross yang panjangnya cuma 6 – 7 meter. Itu pun berkurang, karena banyaknya masyarakat yang menonton. Sementara kendaraan tetap lalu lalang. Akibatnya sama-sama terganggu: fashion show beberapa kali terhenti, dan laju kendaraan tersendat.
Sangat memgherankan jika Pemprov DKI Jakarta tidak bisa memfasilitasi — katakanlah dengan mengalihkan arus kendaraan di Jl. Tanjung Karang. Di kampung, orang hajatan saja bisa menutup jalan.
Malam itu Citayam Fashion Week nampaknya bukan lagi milik anak Citayam. Arena Citayam Fashion Week nampaknya sudah dikuasai oleh orang-orang kota yang lebih memanfaatkan tempat viral tersebut. Ada peragawan / peragawati profesional, anak-anak muda yang membawakan tarian modern; sejumlah lelaki gemulai yang lenggang-lenggok dan bertingkah atraktif; dan sejumlah anak muda berambut keriting dan bertato yang menari breakdance. 2 orang ABG Citayam diajak bergabung. Keduanya menerima saweran langsung masing-masing selembar uang kertas berwarna biru.
“Sekarang anak-anak Citayam minggir di pojokan sana,” kata Dudut, seorang fotografer yang rajin datang ke SCBD (Sudirman – Citayam – Bojonggede – Depok) menunjuk ke arah jalan Tg. Karang – Jl. Plaju.
Saya mengajak Dudut mencari anak-anak Citayam. Ternyata banyak yang sedang diwawancarai oleh content creator. Dari dialeknya saya tahu jika mereka anak Citayam. Tetapi saya tidak menemukan Bonge, Roy dan Jeje, tidak anak muda asal Citayam dan Bojonggede, yang kini jadi “selebritis”.
Banyak anak-anak muda yang menghabiskan waktunya sampai malam di “SCBD”. Saya tidak tahu bagaimana mereka menjaga staminanya, terlebih dari udara dingin sehabis hujan dan angin malam. Di tempat makan yang saya datangi, bahkan di tukang nasi goreng pinggir jalan, saya tidak melihat anak-anak muda berciri anak “SCBD”.
Saya sempat mewawancarai seorang ABG asal Bekasi yang mengaku memiliki panggilan Kojek. Dia mengaku sering datang ke arena Citayam Fashion Week tanpa membawa bekal cukup.
“Yang penting punya ongkos aja saya mah. Senang kalo ke sini, cari pergaulan aja,” kata Kojek yang sengaja memakai kacamata hitamnya ketika hendak diwawancarai.
Pukul 21.00 WIB saya pulang. Saat berjalan di emplasemen Stasion Sudirman, saya melihat 2 orang ABG cewek yang sedang berebut omong. Yang seorang saya dengar berkali-kali berkata dengan keras kepada temannya, “Lu kan kagak pernah bermodal kalo ke sini!”. Matt Bento