8. KAUS KAKI
SETELAH menginjak umur 70 tahun, saya semakin mengetahui pentingnya untuk mendengar apa kata orang. Jauh sebelumnya, saya lebih bernafsu untuk bicara dan ingin didengar. Dulu, saya bisa berjam-jam beradu pendapat, memaparkan gagasan, ide dan lain sebagainya agar orang mengetahui siapa saya, bagaimana isi kepala saya. Tapi, sekarang, dengan hanya mendengar kisah Mas Tom, saya menjadi lebih tahu alangkah dangkal pengetahuan saya tentang perkawinan dan seluk beluk dinamikanya.
“Mengenangkan kembali masa muda, adalah mengenang masa ketika godaan sensasi seks begitu mudah diselesaikan dengan perselingkuhan. Saya tidak mengenang bagaimana periistiwanya terjadi, tapi berusaha memahami kenapa itu bisa terjadi. Saya pikir, itu terjadi setelah saya punya fasilitas, bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Bisa beli rumah, mobil dan lain sebagainya. Ketika tugas sebagai kepala keluarga selesai, godaan sensasi seks menjadi hal yang mudah dilakukan. Sesederhana itu. Saya ingin mengambil contoh kasus Paula dengan Baim Wong, yang saat ini sedang dalam krisis karena Baim menuduh Paula berselingkuh. Padahal, belum terbukti, tapi perselingkuhan itu sudah mengancam keutuhan rumah tangganya. Dan cobalah kamu renungkan kembali, apakah sewaktu kamu sibuk bekerja keras agar dapat memenuhi tanggung jawab dan kewajibanmu sebagai kepala keluarga, kamu selingkuh? Coba saja kamu renungkan kembali,” kata Mas Tom.
Saya terdiam. Dan tanpa saya sadari, saya merenungkan kembali, menelusuri perkawinan saya sendiri. Saya pikir, Mas Tom ada benarnya. Dulu, ketika saya masih berjuang memenuhi tanggung jawab dan kewajiban sebagai kepala keluarga, selingkuh adalah perbuatan yang untuk terpikirkan saja tidak pernah. Sampai kedua anak saya masuk SD, rumah masih mengontrak, waktu, tenaga dan pikiran saya terpusat bagaimana caranya untuk menyejahterakan mereka. Dan saya cukup bahagia karena mendapatkan hal-hal kecil dan remeh temeh dari perjuangan mencukupi kebutuhah keluarga.
Pernah, misalnya, ketika saya berulang tahun, kedua anak saya masih duduk di sekolah dasar. Pulang dari mencari nafkah, saya mendapat kado yang menyenangkan, kaus kaki kanan dari Eka, anak sulung, dan kaus kaki kiri dari Dwi, anak kedua saya. Sedangkan kado dari istri adalah kaus kutang. Esoknya, saya pakai kado dari anak istri itu. Saya tinggikan pipa celana dan saya buka kancing kemeja. Saya ingin dunia menyaksikan hadiah terindah itu, yang membuat saya bahagia. Dengan kegembiraan dan kebahagiaan sederhana seperti itu, apa artinya godaan sensasi seks? Ya, ya, Mas Tom ada benarnya.
“Besok pagi saya akan ke tempat Mas Arham. Kamu mau ikut?” tanya Mas Tom.
“Di Rumah Lansia?”
“Ya. Besok dia ulang tahun yang ke 82. Sekalian menengok Mbak Dien, istrinya, yang sudah setahun ini demensia,” kata Mas Tom.
“Baik. Saya ikut, Mas,” sahut saya sambil mengangguk. ***