05. PENGAKUAN
CERITA Mas Tom sebetulnya biasa saja. Saya sudah sering mendengar kisah yang kurang lebih sama dari kawan yang lain. Tentang cinta pertama yang bersemi kembali saat reuni sekolah, yang hidup lagi lantaran mantan pacar terkena musibah dan lain sebagainya. Tapi, ada yang berbeda dari kisah Mas Tom, cinta pertamanya yang membuatnya berada di titik genting. Atau mungkin karena Mas Tom sudah berusia 80 tahun, dan menceritakan kembali kejadian itu. Agak ganjil juga mendengar bagaimana usia perkawinan Mas Tom dan Mbak Ning yang sudah berjalan 21 tahun, dikaruniai tiga anak, bisa tiba-tiba guyah hanya oleh kehadiran Mira yang janda lantaran suaminya meninggal dalam kecelakaan. Ganjil dan mengada-ada.
“Saya menceritakan hal itu bukan untuk menasihati. Hanya sebagai pengakuan, hal yang belum pernah dan tidak mampu saya katakan pada Ning. Saya merahasiakannya sekian lama, 29 tahun, sampai Ning meninggalkan saya. Itulah yang sebenarnya terjadi, yang membuat saya sekarang ini bingung, mau bersyukur atau menyesal karena tidak mengaku. Saya bersyukur karena dengan begitu membuat Ning mengaku bahagia sampai akhir hayatnya. Tapi, saya menyesal karena telah membohonginya. Dan sekarang saya mengakuinya, penyebab titik genting perkawinan kami itu adalah peristiwa yang tidak terlupakan oleh saya. Lagi pula, apa yang dapat dilakukan orang tua seperti saya selain mengenang masa lalunya?” kata Mas Tom pelan.
“Saya ambil air putih dulu ya, Mas,” dan tanpa menunggu jawaban saya tertatih ke dapur. Saya ambil dua gelas. Sesaat saya memandang berkeliling, dapur yang rapih, salah satu tempat di mana dahulu Almarhumah Mbak Ning bahagia. Kemudian dua gelas air minum itu saya taruh di nampan dan membawanya ke ruang tamu.
“Terima kasih,” kata Mas Tom, langsung meminumnya setengah gelas, lalu menyalakan rokok.
“Kenapa Mas Tom menceritakan hal itu pada saya?” tanya saya mengusut.
“Pengakuan. Saya merasa harus mengaku, memberikan pengakuan apa adanya. Supaya hal itu tidak saya bawa sampai mati. Kamu bersedia mendengarnya?”
“Ya. Saya bersedia….”
“Terima kasih. Jadi, waktu titik genting itu terjadi, umur saya 49 tahun. Sama dengan umur Mira. Tapi, entah kenapa saya dan Mira merasa masih remaja. Logika jungkir balik, menindih dan menyesatkan nalar. Penilaian saya terhadap perkawinan dengan Ning berubah total. Saya jadi lebih menghitung kekurangan Ning. Pertengkaran sering terjadi. Apapun bisa saya jadikan alasan untuk tidak pulang ke rumah. Padahal, intinya supaya saya bisa pergi ke hotel dengan Mira. Dan saya lebih menghitung kelebihan Mira, mabuk kenangan masa lalu. Kami seperti remaja yang hilang akal karena saling mencintai. Kami tidur bersama. Melakukan hubungan intim yang dulu belum pernah kami lakukan. Itu perselingkuhan yang benar-benar berbahaya, yang melibatkan emosi, tapi saya tidak mengangggapnya bahaya. Saya bahkan memikirkan untuk menceraikan Ning dan meninggalkan ketiga anak saya…,” Mas Tom menghabiskan sisa air putih di gelasnya.
Saya diam mendengarkan. Menunggu saat yang tepat untuk menyela. ***