DeFacto.id – Entah naluri apa yang melekat pada diri kadet Kasmiran pagi itu. Masih misteri.
Hari itu, sebenarnya bukan jatahnya menjadi kepala piket jaga pangkalan udara Maguwo, Jogyakarta, namun karena sang kawan sakit jadi ia menggantikan tugasnya.
Saat pagi masih dingin di seputar lapangan udara Maguwo, Kadet Kasmiran sedang memandang ke ujung landasan saat tiba tiba dari utara terdengar deru pesawat.
Saat ia menengadah kearah datangnya deru suara, tampaklah pesawat-pesawat, yang ternyata milik Belanda.
Tiba-tiba pesawat itu menukik, lalu menembaki gedung dan bangunan. Peluru berdesing dan kaca-kaca pecah berantakan.
Lalu pembom dari pesawat Mitchell beraksi, bom meledak dimana-mana!
Beberapa roket ditembakkan, ledakannya keras terasa mengguncang bumi tempat berpijak.
Kadet Kasmiran tampak gugup namun ia segera berlari menuju kantor piket Pasukan Pertahanan Pangkalan.
Di lapangan beberapa anak buahnya sudah muncul, mereka telah bersiap dengan senapan mesin, dan mulai balas menembak ke arah pesawat penyerang.
Sebagai komandan piket, kadet Kasmiran segera bertindak. la menuju ke pesawat telepon untuk mengabarkan apa yang tengah terjadi di landasan. Pesawat telepon diengkol berkali-kali tapi belum juga mendapat sambungan…
Dreeed, Dreeed!
Beberapa tembakan dari pesawat Mustang hampir mencabut nyawanya. Peluru-peluru melesat dan melubangi beberapa bagian dari tempatnya berdiri. la meraih senjata dan lari keluar.
Kadet Kasmiran melihat sekeliling, para prajurit telah menduduki posisi masing-masing dan melakukan perlawanan. Kasmiran segera bergabung di salah satu sarang senapan mesin.
Perlawanan dari senapan mesin ternyata juga dilihat pilot pesawat Mustang terbukti ada pesawat yang melakukan manuver untuk menembak senapan mesin dibawah.
Pertempuran panas terjadi.
Dari arah lain sebuah pesawat datang menyerang menyemburkan pelurunya, seorang prajurit terjengkang terkena tembakan tepat di badannya dan Ia gugur seketika.
Saat melihat anak buahnya gugur, Kadet Kasmiran segera menembakkan senjatanya, namun peluru-peluru yang keluar tanpa mengenai sasaran.
Kasmiran jadi geram bukan main sampai nyaris habis peluru, tapi pesawat mustang Belanda berhasil menghilang.
Tak lama kemudian muncul pesawat-pesawat Dakota. Pesawat pengangkut. Dari dalam pesawat ini keluar pasukan puluhan pasukan payung.
Tembakan gencar segera diarahkan ke arah pesawat Dakota yang mengeluarkan pasukan payung.
Secara mendadak muncul kembali pesawat Mustang, disusul pembom, formasi serangan yang dibuat seperti untuk melindungi para penerjun.
Belakangan terbukti, para “penerjun” itu ternyata hanya boneka!
Tembakan Roket dan bom kembali terdengar dan langsung memakan korban para prajurit PPP.
Saat kadet Kasmiran menyadari bahwa yg mereka tembak adalah boneka ia tertegun, belum hilang kagetnya tiba tiba pasukan payung Belanda sudah mendarat di lapangan udara yang ia jaga.
Belum sempat kaget nya hilang, Kadet Kasmiran tiba tiba ditembaki dari pasukan Belanda yg sudah di bawah tadi. Ternyata, diantara para penerjun boneka, terdapat juga penerjun prajurit Belanda!
Dengan segera Kasmiran membalas tembakan dan, beberapa peluru musuh tepat mengenai badan sang Kadet Kasmiran.
Kadet Kasmiran gugur dalam aksi pertama agresi militer Belanda ke dua, tanggal 19 Desember 1948.
Dari 40 prajurit Pasukan Pertahanan Pangkalan yang bertugas di hari itu, hanya beberapa yang berhasil selamat, selebihnya gugur dengan gagah berani.
Itulah sekelumit bakti Pasukan Pertahanan Pangkalan yang kelak menjadi Pasukan Khas TNI AU.
Mereka berjibaku mempertahankan lapangan terbang Maguwo, dalam Agresi Militer Belanda kedua tepat hari ini, 73 tahun yang lalu.
Sumber:
Buku Suryadi Suryadama Bapak Angkatan Udara,
Buku Agresi Militer Belanda karya Piere Haijboer. *Beny