Home / Historia

Senin, 8 November 2021 - 22:19 WIB

Frederick Fleet, Pelaut Yang Pertama Melihat Gunung Es, Sebelum Menabrak Titanic.

DeFacto.id – Teriakan Frederick Fleet, pelaut Inggris pada hari Minggu, pukul 23.40, tanggal 14 April 1912, “gunung es, kanan depan!!” menentukan nasib Titanic.

Dari Menara Jaga, ia berusaha memberi tahu  anjungan kapal, Fleet tiga kali menelepon dan selalu berteriak, “gunung es, kanan depan!!”

Frederick Fleet

William Murdoch, perwira jaga di anjungan kaget bukan main.
Ia gergerak cepat. Memerintahkan petugas untuk mematikan mesin, membanting kemudi ke kiri, lalu berteriak, “mundurkan kapal!!”

Baling-baling berputar mundur. Namun kapal tetap meluncur ke depan.

Terlambat.

Gunung es menyerempet dinding kanan kapal. Suaranya berderak kencang! Ujung es yang tajam mengiris dinding kapal bak pisau tajam yang mengelupas kaleng sarden.

‘Kaleng’ itu terkelupas dan air laut dengan cepat membanjiri kompartemen demi kompartemen.

Kapal tak terselamatkan!
Pukul 02.20, atau hanya 160 menit setelah Frederick Fleet berteriak pertama kali, kapal baru dengan berat 46.328 ton, terbesar di dunia saat itu, RMS. Titanic, tenggelam di samudera Atlantik.

Dari 2.224 penumpang, hanya 1.178 orang yang selamat. 1.046 tenggelam. Korban besar ini karena kapal hanya memasang 20 sekoci, dari seharusnya 64 yang bisa dibawa.

Baca Juga  Siswi Disabilitas Sekolah Polwan Bergelar Sarjana Psikologi IPK Cumlaude
Titanic meninggalkan Southhampton, inggris

Pemilik kapal menolak memasang semua sekoci dengan alasan masalah estetika. Itu adalah pelayaran perdana. Di kota tujuan, New York, akan berkumpul puluhan wartawan yang mengabadikan kedatangan kapal. Pemilik menilai tak terlihat elok bila semua sekoci dipasang. Bergelantungan mirip jemuran.

Nasib berkata lain, di tengah jalan kapal menabrak gunung es! Dan penumpang kekurangan sekoci!

Sekoci nomor 6 lah yang menyelamatkan nyawa Frederick Fleet, setelah ia sempat menolong banyak penumpang. Kelahiran 15 Oktober 1887 ini berhasil selamat, ia kemudian menikah dan ditakdirkan hidup hingga usia 78 tahun.

Tiga hari menjelang Natal 1964, istrinya meninggal. Frederick Fleet depresi berat.
Fleet tak tahan hidup sendiri. Ia trauma. Saat kecil ia sebatang kara. 
Fleet tak pernah melihat wajah ayahnya.

Saat bocahpun ia ditinggal pergi begitu saja oleh ibunya yang kabur ke Amerika. Frederick terlunta-lunta.

Menjalani kembali masa lalu yang menyakitkan, ia tak sanggup. Tanggal 10 Januari 1965 Frederick gantung diri.

Ia dimakamkan secara sederhana, sampai Titanic Historical Society, perkumpulan swadaya masyarakat yang mencintai sejarah kapal Titanic, memugar makamnya dengan memasang nisan granit besar.

Baca Juga  Geledah Kantor Komdigi, Polisi Sita Monitor dan Laptop Terkait Judi Online

Saat peresmian, seseorang meninggalkan teropong di nisan sebagai pengingat:  bila 2 petugas di Menara Jaga, yakni Frederick Fleet dan kawannya Reginald Lee masing-masing memegang teropong, bisa jadi nasib Titanic akan lain kisahnya.

seseorang menaruh teropong di nisan Fleet

Malam itu bulan memang gelap. Cahaya satu-satunya dari pantulan bintang ke atas permukaan air laut. Cahayanya perpendar keperakan.

Saat itu kapal belum memiliki radar. Pandangan mata bagi kapal ya hanya mengandalkan mata manusia!

Celakanya, teropong hanya satu!

Empat hari sebelum kapal celaka,  Titanic meninggalkan pelabuhan Southampton, Inggris, Rabu, pukul 12.00, 10 April 1912 dengan penuh kemegahan.
Tanpa banyak orang tahu, beberapa jam sebelum kapal angkat sauh, secara mendadak perwira kapal David Blair digantikan posisinya oleh Charles Lightoller.

Dengan keputusan penggantian itu, artinya David tak ikut berlayar. Ia harus turun. Padahal beberapa hari sebelumnya ia yang telah beberes di dalam kapal dengan penuh semangat.

Semula ia masuk daftar petugas yang berlayar, dan David semangat sekali. Itu tugas pertama dan baru di Titanic. Pemberitaan yang gencar soal kapal pesiar terbesar di dunia yang akan berlayar perdana, membuat semua penasaran, termasuk David!
Siapa yang tak bangga menjadi bagian dalam sejarah? Maka, pembatalan itu membuat David kesal bukan main!

Baca Juga  DI BALIK REFORMASI 1998: Indikator Kematian

Perwira kelahiran 11 November 1874 ini turun kapal, tanpa ia tahu di saku jaketnya terbawa juga kunci lemari tempat penyimanan teropong…

Lalu, kita tahu, Menara Jaga kekurangan teropong! Dua penjaga dengan hanya satu teropong!

Menara Jaga di bagian depan, disebut juga Sarang gagak.

Sementara, pemilik kapal keberatan membongkar lemari tempat menyimpan teropong! Peliturnya masih baru, mengkilat, sayang kalau dijebol! Padahal ada banyak teropong di dalamnya!

Maka, malapetaka yang tetap dibicarakan orang hingga satu abad ke depan, sesungguhnya berawal dari hal sepele: lemari teropong yang sayang kalau dijebol dan petugas Menara Jaga yang kekurangan teropong!

Seandainya Frederick Fleet dan rekannya, Reginald Lee, masing masing memegang teropong, setidaknya gunung es itu bisa terlihat jauh sebelumnya. 2 pasang mata yang siaga jauh lebih bagus dari satu pasang…
Gun

Share :

Baca Juga

Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Oposisi Terhadap Sebuah Zaman
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Metastase Budidaya KKN

Historia

Berpulangnya Jendral Oerip, Peletak Dasar TNI Profesional
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Tergerus Proses Lobotomi

Historia

Clinton dan Kennedy

Historia

Pablo Escobar, Riwayat Gembong Narkoba Kolombia
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Malapraktek Perbankan Indonesia
Laksamana

Berita

DI BALIK REFORMASI 1998: Detak Detik Sumbu Bom Waktu V