Home / Bisnis & Kuliner

Selasa, 23 November 2021 - 05:19 WIB

Brem Kaliabu Madiun Sudah Diekspor ke Turki

Brem makanan khas Madiun. Foto Yuliaa

Brem makanan khas Madiun. Foto Yuliaa

DeFACTO.id – Brem merupakan  makanan khas dari Madiun, Jawa Timur. Makanan ringan yang terbuat dari ketan yang difermentasi dan diolah hingga menjadi lempengan. Rasanya  asem manis dan lumer meleleh saat masuk ke mulut kita tanpa perlu dikunyah.

Produksi brem di Kabupaten Madiun ada di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan. Setidaknya sekitar 50 produsen ada di desa itu. Khususnya di Dusun Tempuran sebagai sentranya.

Pabrik brem di Kaliandu, Kabupaten Madiun. Foto Yuliana

Salah satu yang cukup terkenal adalah brem cap Suling Mas. Pabrik brem ini  berdiri tahun 1968. Dirintis oleh pasangan suami istri  Sumarno dan Tarmiati. Pasangan ini benar-benar merintis dari nol. Mereka berdua berusaha keras hingga usahanya cukup maju.

Baca Juga  AKI 2024 akan Hadir dengan Inovasi Baru

Sempat jatuh bangun, akhirnya berdirilah  sebuah pabrik brem yang sukses dan melegenda hingga sekarang. Saat ini pabrik tersebut diteruskan oleh generasi ke dua,  Joko Waluyo.

Setelah dipegang anaknya, Perusahaan Brem  Tongkat Mas semakin maju. Dalam sehari  mampu mengolah dan memroduksi sekitar 2 kwintal ketan. Dan jika dihari libur bisa meningkat  hingga 3 kwintal ketan dalam sehari. Selain membuat dan memroduksi brem, Waluyo melakukan diversifikasi produk.  Memroduksi sambel pecel khas Madiun serta madu mongso. Produk  itu  sangat mudah didapatkan di outlet-outlet pusat oleh-oleh khas Madiun yang juga di miliki oleh Joko Waluyo.

Joko Waluyo pengusaha brem Tongkat Mas. Foto Yuliana

Dalam masa awal pandemi, pabrik brem juga terkena imbas yang luar biasa. Pabrik sempat stop produksi untuk beberapa waktu. Tapi karena kegigihan Joko Waluyo, pabrik bangkit lagi.

Baca Juga  Kim Jong Un: Korea Utara Ternakkan Angsa Hitam untuk Pasokan Krisis Pangan

 ‘’Kalau pabrik tidak beroperasi bagaimana dengan nasib karyawan yang hidupnya juga bergantung dari pabrik. Bersyukur sekali saat ini pabrik sudah beroperasi normal seperti biasanya,’’ kata Joko.

Proses mencetak brem. Foto Yuliana

Dalam  membantu kelancaran produksi, penjualan serta pemasaran, Joko dibantu 25 karyawan. Semua dari desa itu sendiri.   Dengan adanya pabrik ini ia  bisa membantu membuka lapangan pekerjaan untuk warga sekitar.

Untuk pemasarannya  saat ini sudah merambah  di beberapa kota , khususnya  Jawa Timur dan Bali.

‘’Kini saya berupaya  berupaya untuk mengekspor  hingga bisa go intenasional. Sementara ini baru ke Turki,’’ katanya.

Baca Juga  Batik Kenongorejo, Hidup Enggan Mati Tak Mau

Brem Tongkat Mas  juga pernah meraih piagam penghargaan dari MURI ( Museum Rekor lndonesia), untuk kategori pembuatan replika burung Garuda dari balok brem pada tahun 2007 di Surabaya.

Setelah dikemas brem siap dipasarkan. Foto Yuliana

Cukup Ribet

Memroduksi brem bukanlah pekerjaan mudah. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama ketan harus dibersihkan dan direndam selama setengah jam.

Selanjutnya dikaru sampai setengah matang. Kemudian didinginkan. Baru kemudian ditanak lagi sampai matang. Didinginkan lagi.

Setelah benar-benar dingin baru masuki tahap peragian. Tahap berikutnya proses fermentasi. Ketan yang sudah dicampur ragi dimasukan ke dalam bak sampai menjadi tape. Itu memerlukan waktu 7 hari 7 malam. Tape langsung dimixer.

Terakhir tape yang sudah dimixer dan jadi cairan direbus hingga mengental. Baru kemudian dicetak jadi lempengan. Setelah mengeras dipotong sesuai ukuran dan dikemas. Siap dipasarkan. Susah kan?* Yuliana

Share :

Baca Juga

Bisnis & Kuliner

Sinergi bank bjb dan Pemerintah dalam Implementasi Transaksi Digital di Desa
Pecel Pincuk

Bisnis & Kuliner

Pecel Pincuk Ndesa Berdaun Jati di Dukuh Klencongan Kabupaten Madiun

Berita

Ayo Makan Singkong! (Harga Beras Mahal)
deFACTO.id -- dalam rentang waktu lima tahun belakangan ini Kota Pagaralam mulai dikenal dunia sebagai salah satu sentra penghasil kopi terbaik. Padahal, kopi - atau kawe - masyarakat setempat menyebutnya - sudah ditanam sekurangnya sejak tahun 1918. Hal itu dimungkinkan karena terbukanya arus informasi berbasis IT serta mulai tergeraknya hati generasi muda petani kopi Pagaralam untuk memproses dan membranding hasil kopi mereka - dari sebelumnya yang hanya menjual mentahan. Berpuluh-puluh tahun lamanya kopi robusta dari Pagaralam dijual mentahan, diangkut dengan truk, dijual ke luar - dan dikapalkan pelalui pelabuhan Panjang (Lampung). Itulah barangkali sebabnya mengapa kopi Pagaralam (plus Lahat, Empatlawang dan sekitar gugusan Bukit Barisan) selama ini dikenal dengan julukan Kopi Lampung. Tak puas dengan stigma ini, anak-anak muda Pagaralam tergerak melakukan banyak terobosan, mulai dari memperbaiki sistem penanaman, panen, pascapanen, hingga branding. Tak puas dengan itu, mereka pun melengkapi "perjuangan" mereka dengan membuka kedai-kedai kopi, dilengkapi dengan peralatan semicanggih, - meski secara ekonomis usaha mereka belum menguntungkan. Di antara para "pejuang kopi" Itu bisa disebut misalnya Miladi Susanto (brand Kawah Dempo), Frans Wicaksono (Absolut Coffee), Sasi Radial (Jagad Besemah), Azhari (Sipahitlidah Coffee), Dian Ardiansyah (DNA Coffee), Wenny Bastian (Putra Abadi), Efriansyah (Rempasai Coffee), Dendy Dendek (Kopi Baghi), Hamsyah Tsakti (Kopi Kuali), Iwan Riduan (Waroeng Peko) dan banyak lagi. Dalam banyak lomba dan festival, lingkup nasional maupun internasional, kopi Pagaralam banyak dipuji dan diunggulkan - baik secara kualitas maupun orang-orang (petani & barista) yang ada di belakangnya* HSZ

Berita

Pagaralam Punya Kopi, Lampung Punya Nama

Bisnis & Kuliner

bank bjb Perluas Kolaborasi dengan BP Rebana untuk Pengembangan Kawasan Rebana

Bisnis & Kuliner

Indonesia Peringkat Ketiga Industri Fesyen Muslim
Batik Kenongo

Berita

Batik Kenongorejo, Hidup Enggan Mati Tak Mau
Mabk Upik

Bisnis & Kuliner

Kue Semprong, Camilan Tradisional Ndesa Incar Kaum Milenial