DeFacto.id – Siang itu tanggal 17 November 1948, tiba-tiba di kediaman Panglima Besar Soedirman telepon berdering.
Kopral Atjeng Soehanda yang kebetulan dekat pesawat telpon itu mengangkat, “halo”, ia membuka pembicaraan.
Rupanya telpon dari ajudan Letnan Jenderal Oerip Soemoharjo. la nyampaikan berita kematian Pak Oerip, “Kena apa Pak?” tanya Atjeng gelisah.
“Sakit gigi”, jawab dari sebelah sana.
Atjeng bertanya-tanya dalam hati: hanya karena sakit gigi kok bisa meninggal? Ah, mungkin memang sudah saatnya. Meski bingung, Atjeng segera menuju ke Rumah Sakit Panti Rapih, Jogyakarta, dimana pak Dirman sedang dalm perawatan paru-parunya.
Ia menemui sekertaris pak Dirman yakni Letkol Soeprapto (sosok yang kelak gugur dalam peristiwa G30S/PKI)
“Laporan, pak” Atjeng memberi hormat.
“Ya” di jawab Soeprapto
“Jenderal Oerip wafat, pak”, Letkol Suprapto terdiam, berbagai pikiran muncul benaknya.
“Wafat karena apa?”, tanya pak Prapto lagi.
“Katanya, sakit gigi pak”, jawab Atjeng
“Dari siapa kau terima berita itu?”
“Ajudan Jenderal Oerip, pak” jawab Atjeng lagi.
Rupanya Pak Dirman mendengar pembicaraan di luar kamar beliau.
“Ada apa Prap?”, tanya pak Dirman pada sekertarisnya.
Letkol Soeprapto menyampaikan berita itu kepada Pak Dirman.
Pak Dirman terhenyak sesaat mendengar berita duka itu. Oerip adalah kolega, sesama militer, yang ia hormati. Panglima itu diam seribu bahasa.
Prapto dan Atjeng melihat pak Dirman menundukkan wajah. Ia seperti berdoa. Setalah itu ia mengusap wajahnya dengan telapak tangan lalu mengambil buku catatan yang berada di meja, dekat tempat tidur.
Dalam catatan itu pak Dirman menulis, “kemarin kolonel Cokronegoro meninggal, hari ini menyusul jendral Oerip”
Masih lekat dalam ingatan Soeprapto, pak Dirman menulis dengan mata basah. Ia sedih bukan main.
Saat diceritakan bagaimana pak Oerip meninggal yakni karena sakit gigi, pak Dirman sempat geram.
Rupanya sebelum meninggal pak Oerip mencabut gigi pada dokter yang bukan langganan beliau. Karena dokter tak tahu riwayat penyakit pak Oerip, yang memiliki penyakit jantung, dokter itu menyuntik bius yang berlebihan pada pak Oerip.
Pencabutan gigi memang berhasil namun bius itu yang berlebihan dosis itu mengenai jantung pak Oerip.
Saat mendengar kisah itu tiba tiba pak Dirman berujar, “tangkap saja dokter itu!”.
Walau pada akhirnya tak ada catatan tentang penangkapan dokter gigi tadi cuma peristiwa itu diingat benar oleh Atjeng bagaimana pak Dirman sempat marah mendengar bagaimana pak Oerip meninggal.
Sudirman dan Oerip Soemohardjo adalah ‘Dwi Tunggal’ dalam ketentaraan kita, perpaduan militer gaya Barat dan Timur yang memberi warna tersendiri dalam sejarah TNI.
Pemakaman jendral Oerip dilakukan pada tanggal 17 November 1948, hanya berselisih beberapa jam dengan pemakaman Jenderal Purbonegoro, tokoh besar yang menciptakan nama-nama Divisi Tempur dan tanda TNI.
Sumber: buku Soedirman Prajurit Teladan
*Beny Rusmawan