deFACTO – Sebagai negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia, Indonesia memiliki ribuan musisi.
Tetapi setelah 76 tahun merdeka, tidak ada satu pun musisi dan penyanyi yang dibayar 100 ribu dolar Amerika. Anggun C. Sasmi dan Joy Alexander yang berkarier di luar negeri pun tidak dapat bayaran sebesar itu.
“Di negara maju yang pendapatannya US dollar, banyak artis dan musisi yang dibayar ratusan ribu dolar. Di AS punya ratusan artis yang punya bayaran 500 ribu dolar AS,” kata promotor musik Harry Koko Santoso, dalam diskusi musik bertema Musik Di Era Digital di dalam kegiatan Jambore Forwan di Cikereteg, Bogor, Jum’at (12/11/2021).
Selain Harry Koko tampil pembicara produser musik Seno M. Hardjo.
Harry Koko menambahkan, di negeri ini setiap acara selalu menampilkan musisi. Mulai dari acara di kelurahan sampai pemilihan presiden, selalu ada musisinya.
“Tetapi habis ada acara dilupakan,” tandas Harry Koko.
Di masa pandemi ini, aktivitas musik off air seperti konser, sama sekali tidak ada. Untuk menghindari penularan covid, konser-konser dihentikan. Padahal penghasilan terbesar musisi dan penyanyi adalah melalui konser.
“Saat pandemi ini yang harus dilakukan adalah ayo vaksin, ayo tertib, ayo disiplin, supaya pandemi ini bisa diatasi. Kalau pandemi berlalu, konser bisa diadakan lagi, kita pecahkan dulu bayaran seratus ribu dolar itu,” kata Harry.
Di masa pandemi ini pemusik memamg masih bisa mendapat penghasilan, melalui pertunjukan live streaming, tetapi jumlahnya kecil sekali. Kekuatan Indonesia adalah musik yang main di kafe-kafe. Jumlahnya ribuan,” tambah Harry Koko.
Ia berharap wartawan dapat mendorong lahirnya artis dan penyanyi yang bisa dibayar 100 dolar Amerika. man